Jumat, 09 September 2011

DEVELOPING MATHEMATICS EDUCATION IN INDONESIA


By : Dr. Marsigit, M.A
Jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Yogyakarta
Reviewed by : Absari Nur Khasanah
Meningkatkan kemampuan intelektual dan kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan salah satu amanat yang terdapat di Pembukaan UUD 1945.  Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan intelektual para siswa, memelihara kebiasaan baik bagi anak, serta menjadikan anak mejadi pandai. Hal ini membutuhkan suatu keberlanjutan pendidikan nasional untuk dikembangkan, dikuatkan dengan pembuktian dalam peraturan yang penting. Hal ini memprioritaskan adanya peningkatan kualitas dasar pendidikan,
Sejak tahun 1968/1969, beberapa system pendekatan untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia telah dimulai untuk dibuktikan. Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pendidikan tersebut dilakukan dibawah asumsi objektivitas kurikulum yang secara nalar diperoleh secara nasional.
Gambaran praktek mengajar di Indonesia secara umum dilakukan oleh guru dengan menerangkan dan memberikan pertanyaan dalam konteks seluruh kelas yang kemudian diikuti siswa dengan mengerjakan di kertas. Guru berfungsi sebagai pusat dari proses belajar mengajar sedangkan siswa kurang aktif dalam proses pmbelajaran. Perubahan yang terjadi pada dekade selanjutnya adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam matematika, guru hanya bertugas memfasilitasi serta mengajak siswa lebih aktif dan membangun pengetahuannya sendiri dengan memahaminya.
Akan tetapi hal itu tidak sesuai dengan harapan kita dikarenakan adanya beberapa sebab antara lain : kompleksitas lingkungan pendidikan, terbatasnya anggaran pendidikan, kurangnya sumber pengetahuan dan fasilitas, serta kurangnya pemahaman guru dalam praktek mengajar.
Keberhasilan pembelajaran matematika di Indonesia dapat dilihat dengan hasil belajar siswa yang masih rendah, yang terlihat jelas dari hasil EBTANAS dari tahun ke tahun yang semakin buruk. Kepandaian siswa dalam konsep matematika masih terlalu rendah. Kenyataan tersebut merupakan buah dari sedikitnya laboratorium, kekurangan guru dalam menguasai konsep-konsep, kurikulum yang digunakan terlalu rumit, dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya ketidaksesuaian antara kenyataan pendidikan, kurikulum dan evaluasi yang dilakukan.
Pelayanan guru matematika ternyata tidak diorganisasikan dengan baik dan tidak sistematik. Kemampuan guru matematika masih perlu untuk dibuktikan karena tidak adanya evaluasi terhadap pihak guru itu sendiri. Dalam segi kurikulum, para guru masih terlalu sulit memahami isi dari GBPP, isi dari pelajaran matematika sulit dimengerti oleh siswa, guru mengharapkan adanya penyusunan ulang isi dari materi matematika. Dalam segi pendekatan pengajaran ditemukan bahwa guru tidak menguasai “science process skills approach” dalam materi matematika, kebanyakan guru menggunakan pendekatan konvensional dalam mengajarkan matematika, buku-buku latihan lebih disukai oleh guru dan siswa. Dalam segi “assessment”, kita temukan bahwa kebanyakan guru menggunakan tes objektif untuk mengetahui kemampuan siswa dan tidak pernah menggunakan tes essay untuk mengetahui prestasi siswa.
Untuk meningkatkan kemampuan matematika, “The JICA Technical Cooperation Project for Development of Teaching Science and Mathematics Education in Indonesia (IMSTEP)” telah bekerja secara maksimal melakukan beberapa aktivitas di tiga universitas yang salah satunya adalah UNY. Hal ini dilakukan untuk memperkuat program pelatihan pengajaran. “Piloting” didefinisikan sebagai suatu aktivitas dalam mengembangkan model pembelajaran di sekolah. Dosen dan guru bekerja  secara bersama-sama di sekolah untuk meningkatkan model pembelajaran yang digunakan di lapangan. Hasil dari proses piloting dilihat dari sudut pandang mulai dari guru dan siswa. Mereka akan dibentuk dalam suatu kelompok diskusi. Guru-guru dituntut untuk memperoleh variasi model belajar yang baru. Model baru tersebut diperkenalkan kepada guru untuk meningkatkan pilihan variasi untuk memadukan proses pembelajaran dan pengajaran kelas. Guru harus berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk membuat siswa lebih aktif belajar dan menemukan konsep sendiri. Akan tetapi, hal itu bertentangan dengan suatu paradigma yang berpendapat bahwa matematika adalah ilmu yang sulit. Kurikulumnya terlalu rumit sehingga masih harus menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran. Hasil dari proses piloting adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran matematika di Indonesia sehingga dibutuhkan suatu kurikulum yang lebih simple dan fleksibel, mengubah kembali pengertian bahwa guru harus memfasilitasi siswa dalam belajar dan sebagainya.
Pemerintah telah membuat sebuah kurikulum baru yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mulai dilaksanakan sejak tahun ajaran 2004/2005. Kurikulum ini memiliki beberapa perbedaan dengan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 1994. Hasil monitoring dari kurikulum yang baru ini mengindikasikan adanya masalah yang berhubungan erat dengan motivasi guru untuk mendukung proses belajar mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar