Rabu, 12 Desember 2012

MENEMBUS RUANG DAN WAKTU


Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika
Rabu, 7 November 2012
Berfilsafat itu banyak hal, pendapat para filsuf kita perhatikan, sejarah juga jelas, pikiran logika juga harus demikian juga pengalaman.
Pengalaman sangat penting, termasuk pengalaman berfikir, membaca. Yang lebih penting adalah mendeskripsikan secara lebih rinci dan detail yang ada dan yang mungkin ada. Mendeskripsikan berbagai macam sifat berpikir termasuk intuisi atau di dalamnya. Bagaimana kemampuan menembus ruang dan waktu, bekal apa saja yang digunakan untuk menembus ruang dan waktu, apa contohnya, suka dukanya, dan lain-lain. Jangankan kita yang belajar filsafat, orang awam yang tidak belajar filsafat, orang awam yang tidak belajar filsafat, sedangkan yang bersekolah, jangankan yang bersekolah, sedangkan batu. Jangankan batu pun juga menembus ruang dan waktu. Sebuah batu yang menembus ruang dan waktu karena mengalami masa lampau, masa sekarang dan yang akan datang. Kadang menghadapi hujan, panas, bisa sangat sulit dan juga bisa sangat mudah. Tidur saja juga menembus ruang dan waktu, karena ketika kita tidur malam hari lalu ketika bangun tiba-tiba sudah pagi.
Ternyata menembus ruang dan waktu itu berdimensi yang ada dan yang mungkin ada. Bahkan yang mngkin ada juga menembus ruang dan waktu. Yang tidak kita ketahui juga menembus ruang dan wktu, termasuk kesempatan. Lulus tahun ini akan berbeda dengan lulus tahun depan. Karena itu adalah kesempatan. Bekal apa yang dipertimbangkan? Ada 3 pokok dalam hal ini untuk bisa menembus ruang dan waktu, yaitu paham ruang dan waktu terlebih dahulu, kemudian memahami tentang adanya filsafat fenomenologi, dilanjutkan memahami tentang filsafat fondasionalism dan anti tesisnya yaitu antifondasionalism. Setan sangat canggih dalam hal menembus ruang dan waktu. Sejak Nabi Adam As sampai sekarang tidak pernah mati, bisa jmenembus surga dan neraka.  Sebagai seorang yang belajar filsafat hendaknya profesional, cirinya adalah harus lebih detail dan lebih rinci. Kucing tidak profesional untuk memahami manusia. Orang awam juga tidak profesioanl.
Memahami dimensi ruang dan waktu
Ruang berdimensi secara umum, seperti matematika ada yang umum dan ada yang khusus. Ada dimensi 0,1,2,3,4. Apa definisinya? Tetapi kita jua mempunyai dimensi ruang yang lain baik secara horizontal maupun vertikal. Salah satu ruang dalam hidup kita adalah ruang berfilsafatnya kaum versi filsuf mulai dari matrealism formalism, normatif, dan spiritual. Maka tiap hari tiadalah orang menembus ruang. Sekaligus kita adalah material, formal, normatif, dan spiritual, kita adalah ruang berdimensi tak berhingga. Spiritual tingkat nol sampai tertingi. Setinggi-tinggi spiriutal adalah spiritaulnya para Nabi atau Tuhan itu sendiri. Serendah-rendahnnya spiritual adalah yang tidak percaya. Normatif itu ilmu. Orang yang tidak berilmu juga masih mempunyai pengetahuan walaupun tidak berkategori, kehilangan karakteristik kategori. Orang gila itu kehilangan orientasi. Secara filsafat itu kategorinya kacau. Itu adalah dimensi ruang, sedangkan dimensi ruang yang lain juga masih ada. Kita menembus ruang dan waktu seperti layaknya orang shlat itu materialnya adalah sujud maka normatifnya adalah berdoa. Kenapa shalat itu berkali-kali?
Waktu ada yang berkelanjutan, berurutan dan berkesinambungan.
Kemudian yang disebut dengan fenomenologi. Tokohnya adalah Husserl. Isi pokoknya ada dua macam yaitu abstraksi dan idealisasi. Sebenar-benar manusia itu abstraksi karena hanya dapat melihat satu titik dan tidak bisa melihat semuanya. Hanya melihat sebagian titik yang ada tidak bisa melihat seluruhnya. Kita harus memilih objek yang dilihat, manusia mempunyai kehebatan melihat objek di depannya, tetapi mempunyai kelemahan tidak bisa melihat objek di belakangnya. Sama halnya dengan melihat, berfikir juga tidak bisa sekaligus memikirkan semuanya pada waktu yang sama. Apalagi berbicara kita tidak bisa mengatakan semua yang kita pikirkan secara bersamaan. Manusia mempunyai keterbatasan, maka kita harus memilih kata-kata yang kita katakan. Kata itu ada kata yang terucap dan ada yang tidak terucap. Kata-kataku sangat tidak mencukupi untuk mengatakan pikiranku. Hakikat manusia adalah abstraksi, sudah menjadi kodrat bahwa kita tidak bisa dilahirkan dimana-mana. Hanya seorang ibu saja yag kita pilih untuk melahirkan kita. Dari bermilyar-milyar ibu terpilih satu ibu untuk melahirkan. Setiap ibu adalah ibu terbaik. Hal ini adalah reduksi yang sangat luar biasa. Bagaimana dengan ibu yang lain? Tidak dipilih oleh Tuhan, kita tidak memikirkannya. Keterbatasan adalah suatu karunia. Fenomenologi adalah abstraksi. Husserl harus membuat rumah besar untuk menampung semua yang tidak dipikirkan. Rumah yang dibangun adalah rumah Epoche, bahasa awamnya adalah sudah lupakan saja. Ketika kita berdoa kita tidak menggunakan pikiran karena akan kacau jika berdoa sambil memikirkan yang lain. Jangankan spiritual, sedangkan kita belajar matematika pun kita harus memasukkan 99% ke rumah Epoche. Contohnya ketika belajar segitiga, seperti warnanya, harganya, bahannya semua dimasukkan ke rumah Epoche, tidak dipikirkan, yang dipikirkan hanya bentuk dan ukurannya saja. Matematika saja seperti itu apalagi ketika berdoa, kita tidak boleh memikirkan yang lain, harus khusyu.
Dimensi satu ke dimensi dua, misalnya saja ilmu, kalau materialnya ilmu, maka formalnya apa? Normatifnya apa? Spiritualnya apa? Maka kita harus pandai-pandai memasukkan ke rumah Epoche. Sebagai contoh, ilmu itu formalnya adalah ilmu pengetahuan, normatifnya logos sedangkan spritualnya adalah ciptaan-ciptaan, Tuhan menciptakan. Kita harus menggunakan foundation dan anti-foundation. Sebenar-benar anti-foundation adalah intuisi. Semua umat beragama pasti kaum fondasionalism yang menetapkan Tuhan sebagai kausa prima (sebab dari segala sebab).
Semua orang yang menikah adalah kaum fondasionalism, fondamennya adalah ijab qobul, maka semua pure mathematician adalah kaum fondasionalism karena berangkat dengan menetapkan definisi baru yang lain, kemudian teorema, aksioma, dan selanjutnya. Dia harus berani memotong. Fondasionalism itu harus berani memtong untuk memulai yaitu tahu kapan untuk memulai. Tetapi sebagian besar tidak tahu kapan untuk memulai itulah yang disebut intusionism. Maka hakikat manusia adalah kaum fondasionalism sekaligus kaum intusionism yang disebut hidup itu kontradiksi. Itulah yang disebut dengan intuisi. Sampai saat ini kita belum paham dengan intuisi. Mengerti besar dan kecil itu tidak perlu definisi, itu yang disebut intuisi. Jika semua didefinisikan maka akan repot. Kita tidak bisa main definisi dalam kehidupan.
Ternyata sebagian besar hidup kita adalah intuisi. Pendidikan matematika itu gagal, siswa benci matematika itu karena mereka kehilangan intuisinya, termakan oleh definisi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar