Perkuliahan
Filsafat Pendidikan Matematika
Rabu,
7 November 2012
Berfilsafat itu banyak
hal, pendapat para filsuf kita perhatikan, sejarah juga jelas, pikiran logika
juga harus demikian juga pengalaman.
Pengalaman sangat
penting, termasuk pengalaman berfikir, membaca. Yang lebih penting adalah mendeskripsikan
secara lebih rinci dan detail yang ada dan yang mungkin ada. Mendeskripsikan
berbagai macam sifat berpikir termasuk intuisi atau di dalamnya. Bagaimana kemampuan
menembus ruang dan waktu, bekal apa saja yang digunakan untuk menembus ruang
dan waktu, apa contohnya, suka dukanya, dan lain-lain. Jangankan kita yang
belajar filsafat, orang awam yang tidak belajar filsafat, orang awam yang tidak
belajar filsafat, sedangkan yang bersekolah, jangankan yang bersekolah,
sedangkan batu. Jangankan batu pun juga menembus ruang dan waktu. Sebuah batu yang
menembus ruang dan waktu karena mengalami masa lampau, masa sekarang dan yang
akan datang. Kadang menghadapi hujan, panas, bisa sangat sulit dan juga bisa sangat
mudah. Tidur saja juga menembus ruang dan waktu, karena ketika kita tidur malam
hari lalu ketika bangun tiba-tiba sudah pagi.
Ternyata menembus ruang
dan waktu itu berdimensi yang ada dan yang mungkin ada. Bahkan yang mngkin ada
juga menembus ruang dan waktu. Yang tidak kita ketahui juga menembus ruang dan
wktu, termasuk kesempatan. Lulus tahun ini akan berbeda dengan lulus tahun
depan. Karena itu adalah kesempatan. Bekal apa yang dipertimbangkan? Ada 3
pokok dalam hal ini untuk bisa menembus ruang dan waktu, yaitu paham ruang dan
waktu terlebih dahulu, kemudian memahami tentang adanya filsafat fenomenologi, dilanjutkan
memahami tentang filsafat fondasionalism dan anti tesisnya yaitu antifondasionalism.
Setan sangat canggih dalam hal menembus ruang dan waktu. Sejak Nabi Adam As sampai
sekarang tidak pernah mati, bisa jmenembus surga dan neraka. Sebagai seorang yang belajar filsafat hendaknya
profesional, cirinya adalah harus lebih detail dan lebih rinci. Kucing tidak profesional
untuk memahami manusia. Orang awam juga tidak profesioanl.
Memahami
dimensi ruang dan waktu
Ruang berdimensi secara umum, seperti matematika
ada yang umum dan ada yang khusus. Ada dimensi 0,1,2,3,4. Apa definisinya?
Tetapi kita jua mempunyai dimensi ruang yang lain baik secara horizontal maupun
vertikal. Salah satu ruang dalam hidup kita adalah ruang berfilsafatnya kaum
versi filsuf mulai dari matrealism formalism, normatif, dan spiritual. Maka
tiap hari tiadalah orang menembus ruang. Sekaligus kita adalah material,
formal, normatif, dan spiritual, kita adalah ruang berdimensi tak berhingga.
Spiritual tingkat nol sampai tertingi. Setinggi-tinggi spiriutal adalah spiritaulnya
para Nabi atau Tuhan itu sendiri. Serendah-rendahnnya spiritual adalah yang
tidak percaya. Normatif itu ilmu. Orang yang tidak berilmu juga masih mempunyai
pengetahuan walaupun tidak berkategori, kehilangan karakteristik kategori. Orang
gila itu kehilangan orientasi. Secara filsafat itu kategorinya kacau. Itu
adalah dimensi ruang, sedangkan dimensi ruang yang lain juga masih ada. Kita menembus
ruang dan waktu seperti layaknya orang shlat itu materialnya adalah sujud maka
normatifnya adalah berdoa. Kenapa shalat itu berkali-kali?
Waktu ada yang berkelanjutan, berurutan
dan berkesinambungan.
Kemudian yang disebut
dengan fenomenologi. Tokohnya adalah Husserl. Isi pokoknya ada dua macam yaitu
abstraksi dan idealisasi. Sebenar-benar manusia itu abstraksi karena hanya dapat
melihat satu titik dan tidak bisa melihat semuanya. Hanya melihat sebagian
titik yang ada tidak bisa melihat seluruhnya. Kita harus memilih objek yang
dilihat, manusia mempunyai kehebatan melihat objek di depannya, tetapi mempunyai
kelemahan tidak bisa melihat objek di belakangnya. Sama halnya dengan melihat,
berfikir juga tidak bisa sekaligus memikirkan semuanya pada waktu yang sama.
Apalagi berbicara kita tidak bisa mengatakan semua yang kita pikirkan secara
bersamaan. Manusia mempunyai keterbatasan, maka kita harus memilih kata-kata
yang kita katakan. Kata itu ada kata yang terucap dan ada yang tidak terucap.
Kata-kataku sangat tidak mencukupi untuk mengatakan pikiranku. Hakikat manusia
adalah abstraksi, sudah menjadi kodrat bahwa kita tidak bisa dilahirkan
dimana-mana. Hanya seorang ibu saja yag kita pilih untuk melahirkan kita. Dari
bermilyar-milyar ibu terpilih satu ibu untuk melahirkan. Setiap ibu adalah ibu
terbaik. Hal ini adalah reduksi yang sangat luar biasa. Bagaimana dengan ibu
yang lain? Tidak dipilih oleh Tuhan, kita tidak memikirkannya. Keterbatasan
adalah suatu karunia. Fenomenologi adalah abstraksi. Husserl harus membuat
rumah besar untuk menampung semua yang tidak dipikirkan. Rumah yang dibangun
adalah rumah Epoche, bahasa awamnya adalah sudah lupakan saja. Ketika kita
berdoa kita tidak menggunakan pikiran karena akan kacau jika berdoa sambil
memikirkan yang lain. Jangankan spiritual, sedangkan kita belajar matematika
pun kita harus memasukkan 99% ke rumah Epoche. Contohnya ketika belajar
segitiga, seperti warnanya, harganya, bahannya semua dimasukkan ke rumah
Epoche, tidak dipikirkan, yang dipikirkan hanya bentuk dan ukurannya saja. Matematika
saja seperti itu apalagi ketika berdoa, kita tidak boleh memikirkan yang lain, harus
khusyu.
Dimensi satu ke dimensi
dua, misalnya saja ilmu, kalau materialnya ilmu, maka formalnya apa?
Normatifnya apa? Spiritualnya apa? Maka kita harus pandai-pandai memasukkan ke
rumah Epoche. Sebagai contoh, ilmu itu formalnya adalah ilmu pengetahuan,
normatifnya logos sedangkan spritualnya adalah ciptaan-ciptaan, Tuhan
menciptakan. Kita harus menggunakan foundation dan anti-foundation. Sebenar-benar
anti-foundation adalah intuisi. Semua umat beragama pasti kaum fondasionalism
yang menetapkan Tuhan sebagai kausa prima (sebab dari segala sebab).
Semua
orang yang menikah adalah kaum fondasionalism, fondamennya adalah ijab qobul, maka
semua pure mathematician adalah kaum
fondasionalism karena berangkat dengan menetapkan definisi baru yang lain, kemudian
teorema, aksioma, dan selanjutnya. Dia harus berani memotong. Fondasionalism
itu harus berani memtong untuk memulai yaitu tahu kapan untuk memulai. Tetapi
sebagian besar tidak tahu kapan untuk memulai itulah yang disebut intusionism.
Maka hakikat manusia adalah kaum fondasionalism sekaligus kaum intusionism yang
disebut hidup itu kontradiksi. Itulah yang disebut dengan intuisi. Sampai saat
ini kita belum paham dengan intuisi. Mengerti besar dan kecil itu tidak perlu
definisi, itu yang disebut intuisi. Jika semua didefinisikan maka akan repot. Kita
tidak bisa main definisi dalam kehidupan.
Ternyata
sebagian besar hidup kita adalah intuisi. Pendidikan matematika itu gagal,
siswa benci matematika itu karena mereka kehilangan intuisinya, termakan oleh definisi.